Korban Penganiayaan Jadi Terdakwa, Hakim PN Medan Diminta Bebaskan Pintin Sumarni
MEDAN, www.exspose.web.id – Hakim Pengadilan Negeri Medan, Sayed Tarmizi SH MH diminta membebaskan terdakwa Pintin Sumarni alias Tin Tin, warga Jalan AR Hakim, Kelurahan Sukaramai II, Kecamatan Medan Area, dari seluruh dakwaan dan tuntutan hukum serta memulihkan hak terdakwa dalam hal kemampuan, kedudukan harkat dan martabatnya.
Hal tersebut diungkapkan keluarga Pintin Sumarni didampingi Yudi Efraim Karo Karo SH selaku Pengacara Pintin Sumarni kepada wartawan, Kamis (16/2/2023), usai menyerahkan Duplik (Jawaban) atas tanggapan Jaksa Penuntut Umum kepada Hakim di ruang cakra 3 Pengadilan Negeri (PN) Medan.
Dijelaskannya, apa yang disampaikan Jaksa Penuntut Umum melalui repliknya terhadap Pintin Sumarni yang dituduh melakukan penganiayaan secara bersama-sama adalah suatu hal yang tidak ada kolerasinya baik dari segi waktu kejadian hingga terjadinya pertengkaran antara terdakwa dan saksi korban.
“Kami menduga dan menaruh kecurigaan antara saksi Ame alias Atik dan saksi Erni alias Ain adanya dugaan niat yang tidak baik terhadap terdakwa. Sebab perkara ini berawal dari hutang piutang,” ujar keluarga Pintin didampingi Yudi Efraim Karo Karo dari Kantor Advokat Henry RH Pakpahan SH & Rekan.
Dikatakannya, perihal pengeroyokan yang didakwakan oleh Jaksa Penuntut Umum terhadap saksi korban adalah tidak benar. Sebab saksi meringankan sebelumnya sudah menerangkan secara jelas dan terang bahwa Rani Irawati alias Cailan dan Mifuk sama sekali tidak terlibat dan tidak ada melakukan kontak fisik terhadap saksi korban.
“Padahal sudah jelas diterangkan saksi a de charge (meringankan) bahwa antara terdakwa dan saksi korban hanya bertengkar mulut saja karena masalah hutang piutang, dan pertengkaran tersebut hanya sebatas makian dan tunjuk menunjuk. Hal tersebut juga sudah dibuktikan oleh terdakwa melalui penasehat hukumnya dengan melampirkan bukti foto,” jelasnya.
Pengacara Pintin juga heran dengan replik yang disampaikan JPU yang mengatakan jika saksi korban mengalami kerugian atas perobatan sebesar Rp 1,4 juta. Namun JPU tidak dapat membuktikan kebenaran tersebut dalam persidangan.
“Padahal faktanya justru Pintin lah yang menjadi korban penganiayaan dan dibuktikan dengan keterangan saksi dan bukti-bukti. Pada saat kejadian, HP milik Pintin juga jatuh dan retak,” ujarnya.
Pengacara Yudi juga membantah keterangan JPU yang menyebutkan jika Mifuk ikut melakukan penganiayaan. Sebab kata Yudi, pada saat kejadian Mifuk datang belakangan dan berjarak beberapa meter dari lokasi kejadian.
“Hasil visum saksi korban juga sangat mengada-ngada dan dalam dakwaan JPU sama sekali tidak ada menerangkan bahwa terdakwa menendang atau memakai alat bantu untuk melukai bagian dada saksi korban. Kita menduga luka tersebut palsu atau Penuntut Umum tidak cermat dalam menyusun surat dakwaan, sebab saksi meringankan sudah sangat jelas menerangkan bahwa terdakwa tidak ada melakukan pengeroyokan kepada saksi korban,” jelasnya.
Terakhir, Pengacara Pintin menyebut jika tuntutan JPU yang menuntut terdakwa telah terbukti secara sah telah melakukan tindak pidana sebagaimana dalam Pasal 170 ayat (1) KUHP sangat keliru.
“Menurut hemat kami, Penuntut Umum tidak jeli dalam menentukan pasal, karena Penuntut Umum sama sekali tidak mempertimbangkan keterangan terdakwa, saksi a de charge dan bukti yang telah diajukan terdakwa melalui penasehat hukumnya,” imbuhnya.
Hal senada juga diungkapkan orangtua dan keluarga Pintin. Mereka berharap agar Hakim memberikan putusan dengan hati nurani dan seadil-adilnya.
“Tolong kami pak hakim, anak saya yang jadi korban, tapi malah jadi terdakwa, dituduh melakukan penganiayaan. Kami memohon agar pak hakim memutuskan perkara ini dengan hati nurani dan seadil-adilnya,” pinta ayah kandung Pintin. (Rel)